Sabtu, 19 Januari 2013

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI LAHAN BISNIS?

Saat ini perguruan tinggi di Indonesia sudah menjamur hingga pelosok negeri, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Semua perguruan tinggi tersebut berharap dapat menjaring mahasiswa sebanyak-banyaknya. Mereka tak segan-segan membuat spanduk hingga baliho yang memamerkan program-program mereka. Semua reklame yang dibuat terlihat menarik, seolah-olah perguruan tinggi tersebut tidak memiliki cacat sedikitpun. Tidak hanya itu, menjelang musim panen, yaitu saat penerimaan mahasiswa baru, banyak peruguran tinggi yang memberikan program segar. Ada dua program yang biasanya ditawarkan oleh sebuah perguruan tinggi. Program tersebut adalah penawaran pemberian jalur khusus masuk perguruan tinggi bagi siswa-siswa berprestasi pada sekolah-sekolah, mulai dari sekolah ternama hingga sekolah yang ecek-ecek. Selain itu, ada juga program jalur khusus bagi para siswa yang tidak lulus dalam tes masuk perguruan tinggi.
Pertama, menjelang Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas (SMA), banyak perguruan tinggi yang menyuguhkan program berupa jalur khusus masuk perguruan tinggi tanpa tes bagi siswa-siswa berprestasi. Teknisnya, perguruan tinggi tersebut menyaring calon mahasiswanya berdasarkan nilai raport. Jika mereka memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh perguruan tinggi tersebut, maka mereka berhak masuk ke perguruan tinggi tersebut tanpa tes. Program tersebut terlihat sangat mulia. Siswa berprestasi dapat langsung masuk kedalam sebuah perguruan tinggi tanpa melalui tes, artinya tidak mengeluarkan biaya yang banyak. Namun, jika dilihat lebih teliti, apakah program tersebut gratis? Dan apakah tidak ada embel-embel mencari nama dibalik program tersebut?
Kedua pertanyaan diatas tidaklah mudah untuk dijawab. Pasalnya, untuk mengikuti jalur khusus bagi siswa berprestasi, para siswa yang akan mengikuti program tersebut harus memberikan kontribusi dengan judul biaya registrasi, yang nominalnya telah ditentukan oleh perguruan tinggi tersebut. Padahal tidak semua siswa yang mengikuti program tersebut dapat langsung masuk ke perguruan tinggi yang mereka inginkan, masih ada babak penyisihan. Inilah sebuah kondisi dimana perguruan tinggi dapat dijadikan sebagai lahan bisnis para oknum. Mereka dapat memanfaatkan keadaan menjadi sumber pendapatan dan pengangkat derajat  dengan dalih program yang mulia bagi siswa berprestasi.
Kedua, pemberian jalur khusus bagi siswa yang tidak lulus dalam tes ujian masuk sebuah perguruan tinggi. Program ini sekilas memang sudah terlihat tidak beres. Bagaimana bisa, para siswa yang jelas-jelas tidak lulus dalam tes tetapi masih dapat masuk keperguruan tinggi yang mereka impikan. Hal ini membenarkan peryataan bahwa uang dapat membeli segalanya. Bagi siswa yang mampu, program ini adalah dewa penolong bagi mereka. Walaupun tidak lulus dalam tes, mereka masih bisa menikmati kuliah di perguruan tinggi tersebut. Apakah program ini menguntungkan kedua pihak, baik pihak perguruan tinggi dan siswa yang mengikutinya? Tentu saja program ini menguntungkan bagi kedua pihak tersebut. Namun, apakah program ini adil bagi siswa yang tidak mampu?
Inilah potret kelam perguruan tinggi yang sangat mudah menjadi lahan bisnis bagi para oknum tertentu. Terdengar miris, namun inilah faktanya. Di dalam jenjang pendidikan tinggi, terdapat beberapa kejanggalan-kejanggalan yang terjadi terkait dengan perdagangan pendidikan. Tidak ada pendidikan gratis di Indonesia, apalagi untuk jenjang perguruan tinggi,yang jelas-jelas pemerintah tidak memberikan subsidi. Lawong yang sudah jelas-jelas diberi subsidi saja pada faktanya banyak terjadi pungutan liar.
Tidak heran jika Negara yang kaya akan sumber daya alam ini semakin terperosok mutu pendidikannya. Ketika pendidikan dapat diperjualbelikan, ketika masyarakat dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, maka inilah hasilnya, mutu pendidikan tidak berangsur-angsur membaik. Dunia pendidikan yang seharusnya membangun bangsa, justru membanting dan meremukkan kondisi bangsa yang sudah morat-marit ini.
Itulah wajah pendidikan Perguruan tinggi di Indonesia yang terlihat gagah namun ternyata didalamnya terlihat busuk. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi sarana pencetak generasi yang dapat membangun bangsa justru merusak bangsa. Hal ini tidak dapat dibiarkan, harus ada tindakan baik dari pemerintah dan siswa atau masyarakat yang merupakan korbannya.
Pemerintah harus jeli dalam menilai program-program perguruan tinggi di Indonesia. Misalnya melakukan peninjauan dalam periode tertentu. Dengan adanya peninjauan dari pihak pemerintah, diharapkan seluruh perguruan tinggi akan bermoral dalam membuat sebuah program. Sehingga tidak ada lagi kasus-kasus perdagangan pendidikan yang mengerikan.
Selain pemerintah, para siswa atau masyarakat harus lebih hati-hati dalam memilih suatu program yang terlihat segar namun busuk didalamnya. Bukan suuzhon, tetapi lebih pada waspada, hal ini untuk menghindari terjadinya perdagangan pendidikan yang akan terjadi terus menerus jika siswa atau masyarakat tetap membelinya.
Kita harus bekerja keras untuk menuntaskan masalah ini. Setidaknya, kita memulai dari diri kita sendiri untuk tidak mengonsumsi suguhan-suguhan menarik tapi busuk dari pihak yang yang tidak bertanggung jawab. Tidak hanya itu saja, kita harus menyadari bahwa mutu pendidikan bangsa ini ada ditangan kita. Baik buruknya mutu pendidikan dan pernak-perniknya tergantung pada kita. Jika kita semua menyadarinya, bisa dipastikan tidak aka nada lagi perdagangan pendidikan khususnya pada jenjang perguruan tinggi.
 By: Anne

Tidak ada komentar:

Posting Komentar